SDN Tukul 3, Kecamatan Sumber, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur 6-7 Mei 2016
Tidak
terasa ya Travelling and Teaching 1000
Guru Surabaya sudah memasuki gelombang yang ke-sembilan. TnT kali ini terasa sangat spesial.
Kenapa? Karena diadakan serentak di seluruh regional Indonesia untuk
memperingati Hari Pendidikan Nasional. Bagi kami volunteer yang tergabung dalam kegiatan ini juga merasa diistimewakan dan merasa bangga bisa ikut berpartisipasi untuk pendidikan di pedalaman Indonesia.
Sesuai dengan tagline-nya “travelling and teaching”, komunitas 1000 guru ini mulanya tercetus karena sang founder terinspirasi dengan kegiatan liburan jalan-jalan anak muda dari satu tempat ke tempat lainnya untuk mengeksplor keindahan negeri ini. Tapi bagaimana kalau acara jalan-jalan tersebut ditambah dengan kegiatan mengajar anak-anak sekolah di pedalaman? Bisa dibayangkan, pasti jauh lebih seru dan bermanfaat karena liburan tidak melulu soal menghabiskan uang dan pulang ke rumah hanya mendapatkan kesenangan itu saja. Kalau kita berbagi terhadap sesama, tentu akan lebih baik dan berkesan.
Kami, para volunteer yang tergabung di TnT#9 1000 Guru Surabaya |
Technical meeting |
Oke, cerita dimulai dari Surabaya yang merupakan titik awal keberangkatan kami. Sekitar pukul pukul 22.00 WIB, kami menuju Probolinggo. Jarak yang harus kami tempuh cukup jauh dan membutuhkan waktu sekitar 5 jam dengan mengendarai truk TNI. Tidak banyak aktivitas yang kami lakukan sepanjang perjalanan kecuali tidur.
Bersiap-siap berangkat. |
Singkat kata, kami tiba di sana sekitar pukul 03.00 subuh karena ada acara nyasar sedikit ke daerah Lumajang. Untuk menjangkau rumah-rumah warga, kendaraan harus melewati medan yang cukup berat. Jalanan sempit yang di kanan-kiri ditumbuhi pohon-pohon besar liar dengan tanjakan-turunan curam membuat pak sopir ekstra hati-hati. Apalagi tidak ada penerangan sama sekali kecuali lampu truk yang kami naiki. Bahkan ban belakang truk sempat selip alias tidak bisa menanjak. Kami pun sempat panik tapi syukurlah, kami selamat meskipun truk tidak bisa melanjutkan perjalanan dan kami harus naik-turun ke rumah warga untuk memindahkan barang-barang yang dibutuhkan selama kegiatan. Bisa dibilang kami semua tengah berolahraga terlalu pagi.
Di sana, kami semua ditampung di rumah bapak RT setempat. Sebagian dari kami langsung memasak untuk sarapan (kebanyakan volunteer cewek untuk yang sesi pertama), sisanya ada yang istirahat, mempersiapkan keperluan, dan shalat Subuh. Kami semua tidak sempat untuk tidur. Istirahat yang kami maksud tadi yaitu istirahat duduk-duduk di kursi sambil menunggu baterai HP penuh. Ya, soal sinyal tentu saja sangat buruk bahkan nyaris tidak ada. Muncul satu garis pun masih untung-untungan, itupun bagi yang menggunakan provider bagus. Ya sudah, mau tidak mau harus "puasa" chatting dan sosial media. Kami sama sekali tidak mempersoalkan masalah itu. Lebih tepatnya kami harus mengesampingkan kebutuhan tersebut. Toh hanya 2 hari saja apa susahnya? Kami harus mau bersusah dan tahan banting, itu salah satu syarat agar bisa ikut kegiatan ini.
Setelah sarapan dengan makanan yang sederhana tapi rasanya enak luar biasa (mungkin karena efek makan bersama), kami pun berangkat menuju SDN Tukul 3 yang jaraknya kurang-lebih 3 kilometer dari rumah pak RT. Di sini kami harus dituntut kuat oleh diri sendiri, karena kami menyusuri jalanan setapak yang cukup berat. Di awal-awal, kami begitu bersemangat sambil sesekali bercanda. Tapi di pertengahan jalan, kami mulai naik-turun bukit. Butuh energi ekstra saat menanjak, dan mengurangi kecepatan kaki saat menurun. Satu dari kami bahkan ada yang nyaris pingsan karena saking capeknya. Ada pula yang rasanya udah hopeless saja buat melanjutkan perjalanan. Maklum, beberapa volunteer sebelumnya tidak pernah tracking, termasuk yang nulis ini hehe. Tapi berhubung melihat semangat adik-adik untuk menuntut ilmu dan ingat tujuan kegiatan ini, maka kami terus berjalan sampai akhirnya tiba di sekolah.
Well, kami cuma sekali loh seperti ini. Tidak bisa membayangkan gimana dengan adik-adik yang setiap hari harus susah-payah demi masa depan mereka kelak. Kami tahu mereka tidak malas untuk tetap bersekolah. Buktinya setiap hari mereka berjuang ke tempat di mana mereka mendapatkan ilmu. Memang sih mereka mungkin sudah bertahun-tahun dan sudah terbiasa, tapi tetap saja itu jauh dan butuh tenaga. Kami membayangkan gimana kalo beberapa di antara mereka adalah anak dari keluarga kurang mampu yang jarang mencicipi sarapan tiap pagi. Belum lagi medan yang harus ditempuh cukup berat.
Pertama kali melihat Sekolah Dasar Negeri Tukul 3 rasanya miris sekali. Sekolah dengan standar negeri hanya cukup dua bangunan sangat sederhana, yang untuk membedakan satu kelas dengan kelas lain hanya menggunakan papan triplek. Ternyata pendidikan Indonesia memang masih ada yang jauh tertinggal khususnya di pedalaman. Sekolah itu mempunyai jauh dari kata layak dari segi bangunan, fasilitas, tenaga pengajar, dan materi pembelajaran. Sekolah itu tidak memliki ruang kepala sekolah, ruang guru, toilet, UKS, apalagi kantin. Bahkan lambang garuda pun tidak terpajang di dinding kelas. Guru pengajar hanya ada tiga terdiri dari satu lulusan sarjana, satu lulusan SMP yang ikut kejar paket C, dan satu lagi lulusan SMA. Tentu bisa ditebak beliau-beliau menyandang sebagai guru setingkat apa kan?
Sesuai dengan rencana, kegiatan pertama adalah upacara bendera. SDN Tukul 3 tidak memiliki tiang bendera sebelumnya, yang artinya juga tidak pernah melaksanakan upacara sejak sekolah itu berdiri. Tiang bendera kami beli dan membawanya dari Surabaya ke sana untuk kejutan. Sesudah mengajarkan latihan untuk adik-adik pengibar bendera, mengajari peserta baris-berbaris dengan rapi, upacara pun dilaksanakan. Mereka tampak canggung dan bingung. Beberapa dari volunteer bahkan mengikuti tiga anak pengibar bendera untuk menginstruksikan haluan.
Lagu Indonesia Raya berkumandang untuk pertama kalinya di halaman sekolah yang kecil itu. Untuk lagu kebangsaan negeri sendiri pun mereka banyak yang tidak hafal sebenarnya. Miris sekali tapi juga kasihan pada mereka. Di mana mereka adalah anak bangsa, generasi muda Indonesia berikutnya tapi tidak mendapatkan “porsi” yang setara dengan lainnya yang lebih beruntung. Para guru tentu sudah mengajarkan hal ini, tapi tetap saja diperlukan penunjang yang lebih memadai. Bukan sekadar teori, tapi juga parktiknya.
Tidak sampai lima menit, pengibaran bendera selesai, selanjutnya adalah pembacan teks pancasila, sambutan dari kepala sekolah dan ketua tim 1000 guru Surabaya. Usai pelaksanaan upacara bendera, kegiatan berikutnya yaitu ice breaking. Istilah lainnya mungkin bisa disebut dengan pemanasan.
Selanjutnya adalah acara belajar-mengajar. Para volunteer sudah dibagi untuk mengajar kelas berapa saja. Secara keseluruhan, total murid di SDN Tukul 3 ini berjumlah 48 murid, itu pun ada beberapa yang tidak masuk. Misalnya kelas 3 dan 4, mereka harus digabung menjadi satu dan belajar di ruangan terbuka, sementara lainnya tetap berada di dalam kelas. Saya sendiri kebetulan mengajar kelas 6 dengan salah satu volunteer. Murid kelas 6 hanya ada tujuh siswa dan syukurlah mereka masuk semua waktu itu. Karena waktu mengajar yang terbatas, kami hanya bisa memberikan soal-soal UNAS yang di setiap mata pelajaran hanya diambil satu soal saja.
Istirahat pertama dimulai dan kali ini acaranya adalah kereta sampah yang mengharuskan semua murid berserta para pengajar berbaris memanjang dan berjalan sambil mengumpulkan sampah sebanyak mungkin. Di sini kami mengajarkan gimana pentingnya kebersihan bagi diri sendiri dan lingkungan. Ada juga sesi cara cuci tangan yang benar. Berikutnya ada pembagian susu kemasan untuk adik-adik sambil sedikit mengobrol tentang cita-cita. Tidak lupa ada acara sharing season bersama kepala sekolah dan guru SDN Tukul 3 tentang kekurangan dan keluhan yang selama ini tidak hanya dirasakan sesaat, tapi bertahun-tahun lamanya, dan bagaimana solusi pemecahan masalahnya.
Jam pelajaran kedua pun dimulai. Saatnya untuk pengenalan profesi. Pengenalan profesi di sini maksudnya adalah mengenalkan berbagai macam pekerjaan yang barangkali adik-adik belum tahu betul. Selama ini yang mereka ketahui jika ditanya apa cita-citanya, banyak yang menjawab ingin menajdi dokter, polisi, guru, pilot atau bahkan tentara. Memang di antara semuanya itu adalah pekerjaan yang sangat bagus. Ada kelebihan dan manfaatnya sendiri. Tapi apa mereka tidak ingin jadi penulis yang bukunya jadi best seller terus diangkat ke layar lebar? Apa mereka nggak tertarik jadi pengusaha yang bisa membuka lapangan kerja baru? Apa mereka tidak ingin jadi arsitektur? Dan masih banyak yang lainnya. Kami diharuskan menjelaskan apapun untuk membuka pandangan adik-adik agar lebih luas. Kami juga memotivasi mereka agar tidak menyerah menggapai mimpi-mimpi meski banyak hambatan. Di mana untuk mewujudkan suatu keinginan, pertama kita diharuskan untuk berani bermimpi. Karena mimpi juga termasuk motivasi yang sejalan dengan pemikiran. Selanjutnya untuk melengkapi adalah dibutuhkan niat dan tekad.
Waktu pun habis karena acara pohon harapan sudah menunggu. Apa sih pohon harapan itu? Jadi begini, adik-adik dari kelas 1-6 diberi kertas berbentuk daun dan di situ mereka disuruh menulis cita-cita mereka. Lalu kami para tim, volunteer, dan murid-murid berkumpul di satu ruangan. Dimulai dari kelas 1 dan berlanjut kelas 2, begitu seterusnya hingga kelas 6. Mereka bergantian menempelkan daun-daun itu pada sebuah gambar batang pohon, menyebutan nama-kelas-harapan lalu kami semua berucap, “Aamiin” untuk mendoakan supaya keinginan mereka tercapai.
Acara belum selesai susudah itu. Yang terakhir para adik-adik disuruh menulis kesan-pesan terhadap kedatangan kami ke sekolah mereka. Dan pasti kami semua sangat terharu membaca tulisan mereka yang sederhana, lugu, tapi bermakna besar bagi kami. Mereka yang berterima kasih atas kerelaan kami mau mengajar sekaligus berbagi, meminta kami kembali suatu saat nanti, minta dipeluk kalau lulus UNAS, meminta kami untuk tetap mengingatjangan mereka, dan kalimat-kalimat lainnya yang tidak kalah menyentuh. Dan kegiatan teaching pun berakhir.
Karena hari sudah siang, kami para tim dan volunteer makan siang terlebih dahulu dengan makanan yang dikirim ke atas oleh warga. Lalu menunaikan shalat Dhuhur, dilanjutkan mengantarkan beberapa murid pulang sekaligus membagikan sembako ke orangtuanya, yang artinya kami harus berjalan sedikit ke atas. Ditambah waktu itu turun hujan meskipun tidak deras. Tapi tidak masalah karena sekalian menikmati pemandangan sekitar yang dimana-mana banyak pohon pinus dan cemara, bukit hijau, suara serangga bersahutan yang tidak pernah ditemui di kota besar. Ada pula yang di antara kami beristirahat karena terlalu capek setelah itu.
Tim volunteer yang berlatar belakang medis seperti yang ikut dalam TnT kali ini ada dokter, bidan, pelayanan kesehatan masyarakat, dan farmasi, bergabung untuk mengadakan pengobatan gratis bagi warga sekitar. Kami mendatangi satu rumah ke rumah yang lain dan para warga begitu antusias untuk memeriksakan kesehatannya secara cuma-cuma. Kami juga senang karena sambutannya mencerminkan respons positif dari mereka.
Sore hari sebelum turun dan kembali ke rumah penampungan, kami shalat Ashar dan bersih-bersih sekolah yang kotor terkena lumpur. Kami menyapu dan mengepel lantai yang air bersihnya bisa didapatkan dengan berjalan ke atas sekitar 50 meter bolak-balik. Usai melakukan pembersihan sekolah, kami semua bersiap-siap untuk turun. Hujan sudah reda waktu itu. Beberapa murid yang udah berganti seragam bermain di pelataran sekolah. Saya masih ingat betul bagaimana suasana sebelum kami semua meninggalkan area sekolah. Sejuk, tenang, dan damai. Menyatu dengan alam itu memang luar biasa menyenangkan.
Kami pun mulai turun dan mendengar adik-adik yang kebetulan mengetahui kami pulang, saling meneriakkan ucapan perpisahan. Kami membalasnya dengan teriakan juga. Seolah-olah tidak mau kalah, serangga-serangga hutan juga ikut bersuara. Itulah momen yang paling berat karena harus berpisah dengan adik-adik di sana. Bahkan mungkin saja ada yang berkaca-kaca atau meneteskan air mata karena terlalu sedih harus berpisah dengan mereka. Ya, siapa tahu,. Itu manusiawi.
Hari sudah mulai gelap, matahari juga tidak tampak terlihat, tapi kami masih setengah jalan di tengah-tengah hutan dalam perjalanan kembali ke rumah salah satu perangkat desa setempat. Senter-senter dinyalakan dan kami saling menunggu satu sama lain agar tidak terpisah. Apalagi kontur tanah yang sangat becek usai diguyur hujan. Kami pun harus naik-turun bukit lagi. Bedanya, kali ini kok terasa lebih cepat dibandingkan pas berangkat meskipun kadar lelahnya sama.
Dan akhirnya kami sampai sekitar setengah tujuh malam. Kami istirahat sebentar, bersih-bersih badan, shalat Magrib, lalu makan malam bersama. Setelah makan malam kami para tim dan volunteer mengadakan evaluasi tentang kegiatan tadi. Pasti di setiap kegiatan ada kelebihan dan kekurangan yang harus dibahas agar ke depannya bisa jauh lebih baik lagi. Kami saling memberi kesan-pesan masing-masing terhadap komunitas 1000 Guru Surabaya yang tentunya kami sangat bangga bisa menjadi bagian dari komunitas ini, salut dengan tujuan utamanya, senang bisa mendapatkan teman baru dari latar belakang, keluarga, dan profesi yang berbeda-beda.
Untuk 1000 Guru Surabaya, dari saya pribadi semoga semakin sukses, para timnya semakin kompak, terus menebar inspirasi bagi anak-anak muda Indonesia agar mau tergerak peduli dan berbagi terhadap sesama. Ada TnT-TnT berikutnya, dan semoga menjadi wadah yang tepat untuk menyalurkan minat pendidikan termasuk kami kakak-kakak volunteer di TnT#9 dan sebelum-sebelumnya.
Singkat saja, untuk traveling-nya keesokan hari, kami mengunjungi air terjun Tundo Pitu yang jaraknya juga cukup jauh dan belum dikenal khalayak umum. Jalanannya juga naik-turun. Di sana pemandangannya luar biasa indah. Dengan pohon pinus dan cemara yang menjulang tinggi. Sungai yang membelah bukit-bukit hijau di sebelah kanan-kirinya. Kabut tipis yang menyelimuti. Udara yang segar dan sejuk. Kami mengadakan sarapan di sana, dengan alas daun pisang sambil menikmati pemandangan menyegarkan mata dan mendengar suara air yang jatuh. Tidak lupa, kami juga foto bersama sebagai kenang-kenangan. Pokoknya momen yang luar biasa dan sulit untuk dilupakan di antara kami para tim dan volunteer. Terbukti, sampai sekarang ada saja yang merasa baper, entah baper dalam hal apa hehe.
Sorenya setelah balik dari air terjun dan makan siang, kami berpamitan pulang pada Pak RT berserta keluarga yang superbaik dan tidak pernah marah karena mau menampung kami yang suka bikin heboh dan rusuh. Warga di sana perhatian dan peduli banget, tidak seperti di perkotaan, memang. Top deh! Oke, kami pun pulang. Surabaya, we’ll come back!
Semoga tulisan ini bisa menjadi motivasi dan menjadi tempat berbagi pengalaman yang kami ikuti selama TnT#9. Maaf kalau ada kekurangan atau hal-hal yang kurang berkenan. Yang menulis cerita ini juga masih belajar untuk lebih baik lagi. Teruslah menebar kebaikan karena kita tidak pernah tahu sesungguhnya kapan kita akan "pulang".
Salam lima jari dari kami para volunteer TnT#9 Spesial Hardiknas di SDN Tukul 3, Kecamatan Sumber, Kabupaten probolinggo (6-7 Mei 2016)
Teaching to Share, Travelling to Care! |